Komponen Desa

Posted by Unknown Thursday, March 19, 2015 0 comments
Desa merupakan suatu subsistem dari keseluruhan yang lebih luas yang dinamakan negara. Desa sebagai suatu sistem memiliki komponen baik fisik, manusia dan kelembagaan sosial. Muhammad (1995) menguraikan secara rinci menguraikan komponen desa sebagaimana dikutip dari Wahjudin Sumpeno (2011) adalah sebagai berikut :
  1. Sumber Daya Pertanian dan Lingkungan Hidup
    Perdesaan memiliki sumber daya pertanian dan lingkungan hidup sebagai penyangga kehidupan dan perekonomian masyarakat. Desa memiliki peran ganda sebagai penopang interaksi sosial dan peningkatan kesejahteraan, juga sebagai penyeimbang ekosistem lingkungan yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup manusia. Peran sumber daya dan lingkungan hidup kerapkali menjadi hambatan dalam pengembangan pertanian, melalui kearifan dan pendekatan lingkungan yang berkelanjutan pembangunan desa dewasa ini sangat penting untuk kelestarian alam.
  2. Perekonomian Wilayah Perdesaan
    Kegiatan ekonomi perdesaan menyangkut kebutuhan pasar di luar daerah berupa komoditi primer dan sekunder. Keterkaitan pola produksi mendorong integrasi kuat desa dengan wilayah lainnya. Ciri penting ekonomi perdesaan yaitu kegiatan pertanian yang maju dan menggunakan perlengkapan atau teknologi pendukung sederhana yang tersedia di wilayahnya. Pengelolaan perlu dilakukan secara intensif dengan tenaga kerja relatif banyak (padat karya). Hasil pertanian harus segera dipasarkan ke luar daerah dalam bentuk olahan segar untuk memancing konsumen.
  3. Kelembagaan Sosial
    Kegiatan perekonomian di perdesaan ditandai dengan eratnya hubungan petani, pedagang, peternak, penyebaran inovasi, pengelolaans sarana produksi pertanian lokal dan transportasi. disamping itu, lembaga sosial yang ada seperti kelompok tani, kelompok pemuda, pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa, pesantren dan lembaga pendidikan formal, serta lembaga keuangan mikro berkaitan erat dengan peningkatan produksi pertanian dan kehidupan masyarakat setempat. Kelembagaan tersebut berpengaruh terhadap distribusi dan peningkatan pendapatan masyarakat perdesaan.
  4. Sumber Daya Manusia
    Kualitas sumber daya manusia di wilayah perdesaan menjadi subjek atau pelaku utama yang menggerakkan roda perekonomian dan perubahan dalam jangka panjang. Sebagian besar mengendalikan sektor pertanian sangat berpengaruh dengan perubahan kebijakan yang bersakala nasional, regional dan global. sebagian penduduk desa adalah petani yang berperan sebagai produsen sekaligus konsumen. Oleh karena itu, kualitas petani sebagai subjek sangat ditentukan oleh kemampuan manajerial, keterampilan teknis dan antisipasi terhadap perubahan. Sementara sebagai konsumen, kualitasnya sangat ditentukan oelh tingkat pemenuhan kebutuhan fisik minimum.
  5. Sarana dan Prasarana Fisik
    Disamping aktivitas sosial dan kelembagaan, desa ditunjang pula oleh ketersediaan sarana prasarana dan prasarana fisik untuk mendukung percepatan pembangunan dan perekonomian masyarakat serta meningkatkan hubungan dan jaringan antara satu desa dengan desa lainnya. Komponen ini secara fungsional dibedakan sarana fisik penunjang produksi dan aktivitas sosial. Komponen prasarana fisik mencakup pelayanan dibidang ekonomi, seperti jalan desa, jembatan, irigasi dan pabrik pengolahan pertanian. Dibidang kesehatan tersedianya sarana posyandu, sanitasi dan air bersih. Dibidang pendidikan tersedianya sekolah dasar, pesantren atau madrasah.  

Baca Selengkapnya ....

Foto : Pembangunan Irigasi di Desa Camba-Camba Kec. Batang Kab. Jeneponto

Posted by Unknown 0 comments


Baca Selengkapnya ....

Pengertian Desa

Posted by Unknown Wednesday, March 18, 2015 0 comments

Secara historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan jauh sebelum negara Indonesia terbentuk. Sejarah perkembangan desa – desa di Indonesia telah mengalami perjalanan yang sangat panjang, bahkan lebih tua dari Republik Indonesia sendiri. Sebelum masa kolonial, di berbagai daerah telah dikenal kelompok masyarakat yang bermukim di suatu wilayah atau daerah tertentu dengan ikatan kekerabatan atau keturunan. Pola pemukiman berdasarkan keturunan atau ikatan emosional kekerabatan berkembang terus baik dalam ukuran maupun jumlah yang membentuk kesatuan pemukiman.
Di Indonesia penggunaan istilah desa digunakan dengan cara yang berbeda untuk masing – masing daerah, seperti kuta untuk Batak, dati bagi Maluku, nagari untuk Sumatera Barat, lembang untuk Tana Toraja atau wanua di Minahasa. Bagi masyarakat istilah desa memiliki keunikan tersendiri dan berkaitan dengan mata pencaharian, norma dan adat istiadat yang berlaku.
Berikut ini beberapa pendapat mengenai pengertian desa, yaitu :
  1. Istilah desa berasal dari Bahasa India “swadesi” yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal atau tanah leluhur yang merujuk pada satu kesatuan hidup dengan kesatuan norma serta memiliki batas yang jelas (Yayuk dan Mangku, 2003)
  2. Istilah desa dan perdesaan sering dikaitkan dengan pengertian rural dan village yang dibandingkan dengan kota (city/town) dan perkotaan (urban). Konsep perdesaan dan perkotaan mengacu pada karateristik masyarakat sedangkan desa dan kota merujuk pada suatu kesatuan wilayah administrasi atau teritorial, dalam hal ini perdesaan mencakup beberapa desa (Antonius T, 2003)
  3. Desa sebagai komunitas kecil yang menetap di suatu daerah (Kunjaraningrat, 1977)
  4. Desa adalah sekumpulan manusia yang hidup bersama atau suatu wilayah yang memiliki suatu organisasi pemerintahan dengan serangkaian peraturan – peraturan yang ditetapkan sendiri, serta berada di bawah pimpinan desa yang dipilih dan ditetapkan sendiri (Zakaria, 2000)
  5. Desa  adalah  desa  dan  desa  adat  atau  yang  disebut dengan  nama  lain,  selanjutnya  disebut  Desa,  adalah kesatuan  masyarakat  hukum  yang  memiliki  batas wilayah  yang  berwenang  untuk  mengatur  dan mengurus  urusan  pemerintahan,  kepentingan masyarakat  setempat  berdasarkan  prakarsa masyarakat,  hak  asal  usul,  dan/atau  hak  tradisional yang  diakui  dan  dihormati  dalam  sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No. 6 Tahun 2014)
  6. Desa merupakan suatu kesatuan masyarakat yang dibangun berdasarkan sejarah, nilai – nilai, budaya, hukum dan keistimewaan tertentu yang diakui dalam sistem kenegaraan kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kewenangan untuk mengatur, mengorganisir dan menetapkan kebutuhan masyarakatnya secara mandiri (Wahjudin Sumpeno, 2011)

Baca Selengkapnya ....

Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Desa

Posted by Unknown Thursday, March 12, 2015 0 comments
Oleh: Nur Yasin, SSTP, MH.
Pemberdayaan masyarakat, secara lugas dapat diartikan sebagai suatu proses yang membangun manusia atau masyarakat melalui pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, dan pengorganisasian masyarakat. Dari definisi tersebut terlihat ada 3 tujuan utama dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu mengembangkan kemampuan masyarakat, mengubah perilaku masyarakat, dan mengorganisir diri masyarakat.
 Kemampuan masyarakat yang dapat dikembangkan tentunya banyak sekali seperti kemampuan untuk berusaha, kemampuan untuk mencari informasi, kemampuan untuk mengelola kegiatan, kemampuan dalam pertanian dan masih banyak lagi sesuai dengan kebutuhan atau permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.
Perilaku masyarakat yang perlu diubah tentunya perilaku yang merugikan masyarakat atau yang menghambat peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pengorganisasian masyarakat dapat dijelaskan sebagai suatu upaya masyarakat untuk saling mengatur dalam mengelola kegiatan atau program yang mereka kembangkan. Di sini masyarakat dapat membentuk panitia kerja, melakukan pembagian tugas, saling mengawasi, merencanakan kegiatan, dan lain-lain.
Pemberdayaan masyarakat mun cul karena adanya suatu kondisi sosial ekonomi masyarakat yang rendah mengakibatkan mereka tidak mampu dan tidak tahu. Ketidakmampuan dan ketidaktahuan masyarakat mengakibatkan produktivitas mereka rendah. Pemberdayaan masyarakat dila ksanakan melalui: (1) Pengembangan masyarakat, (2) Pengorganisasian masyarakat.
Apa yang dikembangkan dari masyarakat, yaitu potensi atau kemampuannya, dan sikap hidupnya. Kemampuan masyarakat meliputi antara lain kemampuan untuk bertani, berternak, melakukan wirausaha, atau keterampilan membuat home industri; dan masih banyak lagi kemampuan dan keterampilan masyarakat yang dapat dikembangkan.
Dalam rangka mengembangkan kemampuan dan keterampilan masyarakat, dapat dilakukan dengan berbagai cara. Contoh dengan mengadakan pelatihan atau mengikutkan masyarakat pada pelatihan-pelatihan pengembangan kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan. Dapat juga dengan mengajak masyarakat mengunjungi kegiatan di tempat lain dengan maksud supaya masyarakat dapat melihat sekaligus belajar, kegiatan ini sering disebut dengan istilah studi banding.
Sikap hidup yang perlu diubah tentunya sikap hidup yang merugikan atau menghambat peningkatan kesejahteraan hidup. Mengubah sikap bukan pekerjaan mudah. Mengapa? Karena masyarakat sudah bertahun-tahun bahkan puluhan tahun sudah melakukan hal itu. Untuk itu memerlukan waktu yang cukup lama untuk melakukan perubahan sikap.
Caranya adalah dengan memberikan penyadaran bahwa apa yang mereka lakukan selama ini merugikan mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan banyak informasi dengan menggunakan berbagai media, seperti buku-buku bacaan, mengajak untuk melihat tempat lain, menyetel film penerangan, dan masih banya cara lain.
Pada pengorganisasian masyarakat, kuncinya adalah menempatkan masyarakat sebagai pelakunya. Untuk itu masyarakat perlu diajak mulai dari perencanaan kegiatan, pelaksanaan, sampai pemeliharaan dan pelestarian.
Pelibatan masyarakat sejak awal kegiatan memungkinkan masyarakat memiliki kesempatan belajar lebih banyak. Pada awal-awal kegiatan mungkin “pendamping” sebagai pendamping akan lebih banyak memberikan informasi atau penjelasan bahkan memberikan contoh langsung. Pada tahap ini masyarakat lebih banyak belajar namun pada tahap-tahap berikutnya “pendamping” harus mulai memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mencoba melakukan sendiri hingga mampu atau bisa. Jika hal ini terjadi maka di kemudian hari pada saat “pendamping” meninggalkan masyarakat tersebut, masyarakat sudah mampu untuk melakukannya sendiri atau mandiri.
Prinsip dasar pemberdayaan untuk mewujudkan masyarakat yang berdaya atau mandiri:
a. Penyadaran
Untuk dapat maju atau melakukan sesuatu, orang harus dibangunkan dari tidurnya. Demikian masyarakat juga harus dibangunkan dari “tidur” keterbelakangannya, dari kehidupannya sehari-hari yang tidak memikirkan masa depannya. Orang yang pikirannya tertidur merasa tidak mempunyai masalah, karena mereka tidak memiliki aspirasi dan tujuan-tujuan yang harus diperjuangkan.
Penyadaran berarti bahwa masya rakat secara keseluruhan menjadi sadar bahwa mereka mempunyai tujuan-tujuan dan masalahmasalah. Masyarakat yang sadar juga mulai menemukan peluangpeluang dan memanfaatkannya, menemukan sumberdaya-sumberdaya yang ada di tempat itu yang barangkali sampai saat ini tak pernah dipikirkan orang.
Masyarakat yang sadar menjadi semakin tajam dalam mengetahui apa yang sedang terjadi baik di dalam maupun diluar masyarakatnya. Masyarakat menjadi mampu merumuskan kebutuhan-kebutuh dan aspirasinya.
b. Pelatihan
Pendidikan di sini bukan hanya belajar membaca,menulis dan berhitung, tetapi juga meningkatkan keterampilan-keterampilan bertani, kerumahtanggaan, industri dan cara menggunakan pupuk. Juga belajar dari sumber-sumber yang dapat diperoleh untuk mengetahui bagaimana memakai jasa bank, bagaimana membuka rekening dan memperoleh pinjaman. Belajar tidak hanya dapat dilakukan melalui sekolah, tapi juga melalui pertemuan-pertemuan informal dan diskusi-diskusi kelompok tempat mereka membicarakan masalah-masalah mereka.
Melalui pendidikan, kesadaran masyarakat akan terus berkembang. Perlu ditekankan bahwa setiap orang dalam masyarakat harus mendapatkan pendidikan, termasuk orangtua dan kaum wanita. Ide besar yang terkandung di balik pendidikan kaum miskin adalah bahwa pengetahuan menganggarkan kekuatan.
c. Pengorganisasian
Agar menjadi kuat dan dapat menentukan nasibnya sendiri, suatu masyarakat tidak cukup hanya disadarkan dan dilatih keterampilan, tapi juga harus diorganisir.
Organisasi berarti bahwa segala hal dikerjakan dengan cara yang teratur, ada pembagian tugas di antara individu-individu yang akan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan tugas masing-masing dan ada kepemimpinan yang tidak hanya terdiri dari beberapa gelintir orang tapi kepemimpinan di berbagai tingkatan.
d. Pengembangan Kekuatan
Kekuasaan berarti kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Bila dalam suatu masyarakat tidak ada penyadaran, latihan atau organisasi, orang-orangnya akan merasa tak berdaya dan tak berkekuatan. Mereka berkata “kami tidak bisa, kami tidak punya kekuatan”.
e. Membangun Dinamika
Dinamika masyarakat berarti bahwa masyarakat itu sendiri yang memutuskan dan melaksanakan program-programnya sesuai dengan rencana yang sudah digariskan dan diputuskan sendiri. Dalam konteks ini keputusan-keputusan sedapat mungkin harus diambil di dalam masyarakat sendiri, bukan di luar masyarakat tersebut.
Lebih jauh lagi, keputusan-keputusan harus diambil dari dalam masyarakat sendiri. Semakin berkurangnya kontrol dari masyarakat terhadap keputusan-keputusan itu, semakin besarlah bahaya bahwa orang-orang tidak mengetahui keputusan-keputusan tersebut atau bahkan keputusan-keputusan itu keliru. Hal prinsip bahwa keputusan harus diambil sedekat mungkin dengan tempat pelaksanaan atau sasaran.
Pendamping dalam pemberdayaan masyarakat antara lain kabupaten, Fasilitator Kecamatan, Asisten Fasilitator Kecamatan, Fasilitator Desa, Camat, atau nama pendamping lainnya. Pada dasarnya siapa saja yang berperan mendampingi masyarakat dikategorikan sebagai pendamping. Secara garis besar pendamping masyarakat memiliki tiga peran yaitu pembimbing, enabler, dan ahli.
Sebagai pembimbing, pendamping memiliki tugas utama yaitu membantu masyarakat untuk memutuskan/menetapkan tindakan. Di sini pendamping perlu memberikan banyak informasi kepada masyarakat, agar masyarakat memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat memilih dan menetapkan tindakan yang dapat menyelesaikan masalah mereka. Sebagai enabler, dengan kemampuan fasilitasinya pendamping mendorong masyarakat untuk mengenali masalah atau kebutuhannya berikut potensinya. Mendorong masyarakat untuk mengenali kondisinya, menjadi begitu penting karena hal ini adalah langkah awal untuk memulai kegiatan yang berorientasi pada peningkatan kemampuan masyarakat. Keterampilan fasilitasi dan komunikasi sa ngat dibutuhkan untuk menjalankan peran ini.
Sebagai ahli, pendamping dengan keterampilan khusus yang diperoleh dari lingkup pendidikannya atau dari pengalamannya dapat memberikan keterangan-keterangan teknis yang dibutuhkan oleh masyarakat saat mereka melaksanakan kegiatannya.
Keterangan-keterangan yang diberikan oleh pendamping bukan bersifat mendikte masyarakat melainkan berupa penyampaian fakta-fakta saja. Biarkan masyarakat yang memutuskan tindakan yang akan diambil. Untuk itu pendamping perlu memberikan banyak fakta atau contoh -contoh agar masyarakat lebih mudah untuk mengambil sikap atau keputusan dengan benar.
Pendamping dalam ruang lingkup pemberdayaan masyarakat perlu menyadari, bahwa peran utamanya melakukan pembelajaran kepada masyarakat.
Berdasarkan peran pendamping sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka dapat diidentiļ¬kasi persyaratan pendamping adalah sebagai berikut: Mampu membangun kepercayaan bersama masyarakat, mampu mengenali potensi masyarakat, mampu berkomunikasi dengan masyarakat, profesional dalam pendekatan kepada masyarakat, memahami kondisi masyarakat, punya keterampilan dasar untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Persyaratan lainnya bagi pendamping adalah mengetahui keterbatasan diri sehingga tahu kapan meminta nasehat, di mana mendapatkan nasehat tenaga ahli, siapa yang harus didekati, ruang lingkup tugas dari berbagai dinas dan sumber-sumber bantuan tambahan

Baca Selengkapnya ....

Catatan Dari Desa : Sekelumit Catatan Dalam Pengelolaan SPP

Posted by Unknown 1 comments


Oleh : Andi Mappisona
Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat

Akhir-akhir ini kasus penyimpangan dalam pengelolaan kegiatan Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP) semakin banyak ditemukan baik yang dilakukan oleh Oknum UPK dengan motif kelompok fiktif atau setoran kelompok tidak Langsung dimasukkan kedalam buku Rekening, begitu juga Oknum Pengurus Kelompok tidak  menyetor angsuran anggota ke UPK, serta ada juga Oknum anggota Kelompok yang memang tidak mampu memenuhi kewajiban angsurannya kepada kelompok, sehingga dengan Fakta diatas dan andaikan kita mau jujur sebagai pelaku Program maka sepertinya tidak ada Kecamatan yang bersih dari Kasus ini, hanya saja mungkin masih malu-malu atau memang tidak terlalu peduli lagi karena pertimbangan teman, budaya atau jangan-jangan keluarga, sehingga masalah penyelewengan semakin hari semakin tinggi dan dilaporkannya juga hanya sebatas masalah Manajerial.

Jika tidak segera diantisipasi, sepertinya problematika pengelolaan SPP tidak lama lagi menjadi BOM WAKTU. Hal  utama yang menjadi penyebab terus meningkatnya kasus pinjaman bermasalah adalah terkait dengan pinjaman macet karena tidak jelas Konsepsi Pengentasan Kemiskinan melalui dana bergulir ini. Ketidakjelasan konsep itu nampak dengan tidak adanya panduan atau aturan dalam mempasilitasi pengentasan kemiskinan melalui dana bergulir.

Petunjuk Teknis Operasional (PTO) Penjelasan X PNPM Mandiri Perdesaan ditambah lagi dengan aturan Tambahan ERRATA walaupun belum disahkan tetapi sudah dicoba disosialisasikan, hanya berangkat dari kondisi masyarakat miskin yang telah memiliki usaha dan berkelompok, baik simpan pinjam usaha bersama maupun aneka usaha, sehingga masalah yang mereka hadapi  hanya sebagai masalah akses terhadap sumber permodalan.

Asumsi masalah akses terhadap sumber permodalan sebagai masalah utama RTM adalah lompatan logika yang menafikan realitas sosial sebagai fakta yang terjadi di masyarakat. Tidak banyak masyarakat miskin yang dapat digolongkan sebagai RTM Produktif yang punya keterampilan yang cukup dan memiliki kegiatan usaha ekonomi, kecuali mungkin dibeberapa tempat yang geliat industri kreatifnya telah ada dan maju sebelum PNPM lahir. Masalah RTM yang sebenarnya dan ini juga masalah mayoritas masyarakat pada umumnya adalah minimnya keterampilan, kreatifitas dan kemampuan kewirausahaan. Jika mereka yang memiliki permasalan ini kemudian difasilitasi dalam kelompok-kelompok SPP dan mengakses pinjaman di PNPM, maka hakekatnya telah memasukkan mereka dalam jebakan kemiskinan yang diciptakan oleh Program dan Fasilitator itu sendiri. Jebakan kemiskinan ini terjadi karena pinjaman dipergunakan dalam kegiatan komsumsi sehingga menjadi beban bagi ekonomi keluarga bukan untuk kegiatan produktif investatif yang akan meningkatkan pendapatan keluarga. Dalam pandangan konsultan ekonomi, hutang untuk kegiatan komsumsi adalah hutang buruk yang akan menggerogoti finansial keluarga dengan bunga yang harus ditanggungnya. Dengan demikian, ketentuan dasar dalam pengelolaan dana bergulir yang diarahkan untuk memberikan kemudahan akses pendanaan usaha bagi RTM sepertinya masih sulit direalisasikan tanpa ada upaya untuk membangun kapasitas kewirausahaan bagi mereka RTM. Sedangkan mengandalkan bekerja dikegiatan fisik PNPM paling hanya tiga bulan dan setelah itu harus cari pekerjaan lain. Blunder pemanfaat RTM dalam penjelasan X (PTO PNPM Mandiri Perdesaan red.) tentang ketentuan pendanaan disebutkan bahwa kelompok yang didanai meliputi kelompok simpan pinjam dan kelompok Usaha bersama serta kelompok Aneka Usaha dengan pemanfaat RTM. Ketentuan ini dalam prakteknya telah menjadi blunder bagi para pelaku program, karena sulitnya dijalankan. Bagaimana mungkin kelompok bisa jalan ketika seluruh pemanfaatnya adalah RTM? sedangkan RTM yang ada adalah mereka yang tidak memilik usaha.

Jika mau jujur, kelompok SPP yang selama ini mengakses dana PNPM bukanlah kelompok dengan anggota RTM. Namun lebih pada kelompok masyarakat menengah ke atas. Juga bukannya tidak mampu mengakses dana dari lembaga keuangan formal, namun karena melihat peluang akses pendanaan di PNPM Mandiri Perdesaan yang mudah dan terbuka lebar. Karena itu kegiatan pameran yang setiap tahun selalu diadakan dengan menampilkan produk-produk kelompok SPP sebenarnya adalah produk usaha dari kelas ekonomi menengah keatas yang bisa jadi Cuma mempekerjakan kalangan RTM. Parahnya lagi sebagian para pelaku PNPM pola pikirnya juga telah terprogram pada sebatas bagaimana mengejar pendapatan dan meminimalisir pengendapan dana sehingga tidak pernah mempersoalkan bagaimana pinjaman tersebut dikelola. Dengan kata kunci yang penting lancar pengembalian angsuran, maka tidak ada urusan, apakah kelompok itu mengelolah pinjaman dengan baik atau sebaliknya. Sudah banyak para pemanfaat dari kalangan RTM yang coba-coba menjadi anggota SPP, namun karena tidak memiliki keterampilan dan kemampuan wirausaha akhirnya harta benda mereka terjual untuk melunasi tunggakan dan akhirnya merantau keluar dari daerahnya bahkan keluar negeri menjadi TKW. Lebih-lebih setelah munculnya SOP (Standar Operasional Prosedur) panduan penetapan lokasi potensi masalah dan kecamatan bermasalah yang mengukur progres penanganan masalah berdasarkan tingkat pengembalian dana, maka upaya penagihan dari para pelaku tingkat kecamatan kepada penunggak nampak semakin garang. Atas nama menyelamatkan kecamatan dari sanksi program, maka harta benda RTM yang tersisapun terpaksa dikompensasi dengan angsuran yang menunggak. Karenanya bagi para pelaku program, memberi ruang bagi kelompok SPP dari kalangan menengah ke atas tentu lebih aman dan lancar dari pada bersikukuh dengan kelompok dari kalangan RTM, dan memang hakekatnya tidak ada kelompok RTM. Karenanya bilamana riwayat pinjaman di UPK terlihat lancar, maka kawan-kawan Fasilitator membusungkan dada lebih dahulu karena sebenarnya pelayanan kepada RTM telah terabaikan.

Kreatifitas melawan Ketakutan Fasilitator mengatasi problematika RTM yang umumnya minim keterampilan, kreatifitas dan kemampuan kewirausahaan sebagaimana diuraikan di atas dibutuhkan kreatifitas Fasilitator yang berani menerobos ruang-ruang fasilitasi yang belum tersentuh petunjuk teknis dan diperlukan kajian-kajian untuk menterjemahkan ketentuan program yang dirasa masih kurang agar lebih membumi, sehingga inovasi yang muncul tidak dianggap terlalu berani dan melawan kebiasaan yang sudah berjalan di PNPM-Mandiri Perdesaan. Hal ini dimaksudkan agar upaya pengentasan kemiskinan dengan biaya yang begitu besar ini tidak terus menerus mengabaikan prinsip dasar PNPM-Mandiri Perdesaan yang katanya bertumpu pada pembangunan manusia dan berorientasi pada masyarakat miskin. Harus ada upaya menggeser secara perlahan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan melalui PNPM yang 99% adalah fisik prasarana semata ini. Agar kegiatan peningkatan kapasitas keterampilan  masyarakat  miskin semakin mendapat porsi yang sepantasnya. Dengan demikian penambahan modal SPP dari BLM akan berbanding lurus dengan peningkatan unit usaha ekonomi baru dari para pemanfaat SPP yang dilahirkan dari kegiatan peningkatan kapasitas. Sehingga besarnya Idle Capital di UPK akan dapat ditekan. Bukan hanya pelatihan kapasitas keterampilan saja yang harus didorong, namun sarana prasarana dasar ekonomi seperti peralatan, tempat usaha dan pemasaran bagi kelompok RTM juga harus disiapkan. Pasca pelatihan mereka harus dipaksa untuk menjalani kegiatan wirausaha dalam sebuah kelompok usaha ekonomi produktif dibawah supervisi Fasilitator. Bila perlu dengan ancaman sanksi bagi yang tidak mau sebagai konsekuensi kegiatan pemeliharaan atau tindaklanjut pasca pelatihan.

Jika selama ini ketentuan dalam PTO terkait dengan usulan sarana prasarana  dasar hanya dipahami sebatas kegiatan peningkatan jalan, jembatan, drainase dll maka, itu sebenarnya hanya menghubung-hubungkan saja. RTM tidak butuh jalan mulus yang kanan kirinya lengkap dengan drainase. Yang membutuhkan itu semua  adalah mereka yang sudah kaya yang berkepentigan melancarkan bisnisnya yang memang sudah lancar dengan memanfaatkan dana SPP.

Karena itu dibutuhkan keberanian Fasilitator untuk melakukan intervensi positif dalam tahap perencanaan.J angan takut dikatakan melanggar kode etik, intervensi positif tidak melanggar kode etik, tapi justru melaksanakan Kode Etik sebagai Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat yang sejati. Menunggu masyarakat miskin berfikir cerdas, kreatif dan visioner sehingga muncul usulan yang menjawab langsung permasalahan mereka di tengah intervensi dari elit desa tentu tidak mungkin. Olehnya itu Fasilitator harus datangi dan ‘mengarahkan’ mereka untuk menemukan usulan kegiatan yang berdampak pada ekonomi bagi mereka.

Selain itu kegiatan pembinaan kelompok yang ada pemanfaat RTMnya juga sudah saatnya diarahkan pada upaya untuk membangkitkan jiwa wirausaha para anggota. Jika selama ini pembinaan kelompok dari para pelaku ditingkat kecamatan hanya fokus pada administrasi dan untuk tujuan menagih angsuran yang  menunggak maka, selesai program silahkan melamar jadi Debtcollector perusahaan pembiayaan saja.

DOK Pelatihan dan dana penguatan kelembagaan dari surplus UPK juga penting untuk direncanakan dalam kegiatan pelatihan kewirausahaan bagi para pelaku utamanya cikal bakal kelompok SPP agar masyarakat miskin mendapat ruang untuk belajar menggapai kemandirian ekonominya. Jika pemerintah telah merespon pentingnya pengembangan sektor usaha kecil dengan Kementrian Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif  pada 19 Oktober 2011. Kenapa kita di PNPM Mandiri Perdesaan masih tabu memperbincangkan konsep pengembangan ekonomi kreatif?

Alhasil kegiatan SPP bagi RTM tanpa diimbangi dengan upaya serius untuk mengawal mereka menjadi wirausahawan sejati melaui seperangkat peningkatan kapasitas, penyediaan sarana prasarana ekonomi, pengorganisasian  menjadi kelompok usaha sampai dengan fasilitasi permodalan adalah sama halnya dengan jebakan yang makin memiskinkannya. Jika ini terasa sulit maka, teruslah menambah modal SPP dari BLM sambil berharap suatu saat kelompok RTM itu tiba-tiba akan punya usaha dan membutuhkan permodalan dari UPK.
Wallahu”alam....Salam perjuangan
 Catatan Pinggir :Tulisan ini adalah bentuk koreksi untuk diri saya sebagai Fasilitator setelah sekian tahun berkecimpung di dunia Pemberdayaan mendampingi masyarakat, khususnya PNPM-Mandiri Perdesaan dan tanpa bermaksud melecehkan, merendahkan dan menyudutkan baik terhadap program maupun pelaku-pelaku program pemberdayaan yang ada kaitannya dengan tulisan ini dan lainnya. Saya sangat berharap bahwa kedepan cara pandang bagi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam menyatukan persepsi tentang Konsep Ekonomi Kreatif yang sebenarnya, sehingga akan bermuara pada peningkatan kapasitas yang berujung kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan RTM pada Khususnya.

Daftar Singkatan :  PNPM > Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat  PTO   > Petunjuk Teknis Operasional  SPP   > Simpan Pinjam Khusus Perempuan  RTM  > Rumah Tangga Miskin  UPK  > Unit Pengelola Kegiatan


Baca Selengkapnya ....